Minggu, 19 April 2015

FAKTOR YANG BISA MEMPENGARUHI KEUTUHAN NKRI JIKA DILIHAT DARI SISI HANKAM

FAKTOR YANG BISA MEMPENGARUHI KEUTUHAN NKRI JIKA DILIHAT DARI SISI HANKAM



Dalam artikel ini , kita akan melihat apa sajakah faktor faktor dalam segi HANKAM yang bisa mempengaruhi keutuhan dari NKRI , pertama kita akan membahas terlebih dahulu mengenai hal ini.

kita tahu bahwa keutuhan suatu negara tidak akan lepas dari yang namanmya pertahanan dan keamanan dari suatu negara tersebut, dengan begitu hal ini bisa dibilang hal yang mempunyai andil besar dalam mempertahankan keutuhan suatu negaral, 

Lalu apa sih masalahnya ? 

Masalah yang paling penting adalah bukan masalah dari pihak luar, tapi dari sisi negara kita terlebih dahulu , kita akan coba membahas disini apa saja permasalahan yang ada pada sisi HANKAM NKRI 

Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih cenderung lemah, antara lain, karena digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu; rasa aman dan ketenteraman masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban; serta terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran hak asasi manusia.

Kurang mantapnya formulasi dan persepsi peran TNI pada masa lalu dalam menghadapi ancaman yang datang dari luar negeri menyebabkan terjadinya penonjolan peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan sosial politik yang berimplikasi pada melemahnya peran TNI sebagai kekuatan pertahanan dan menurunnya tingkat profesionalitas TNI sehingga kemampuan nyata menjadi rendah; efek penangkalan sangat lemah dan timpangnya komposisi pengembangan kekuatan personil TNI serta alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dikaitkan dengan konfigurasi geostrategis wilayah Indonesia. Keterlibatan TNI yang terlalu jauh dalam tugas-tugas keamanan dalam negeri serta keamanan dan ketertiban masyarakat berakibat pada terdistorsinya peran dan fungsi Polri sehingga berakibat kurang menguntungkan bagi profesionalitas Polri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kriminal serta berkurangnya jaminan rasa keamanan dan ketenteraman masyarakat.

Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial. TNI sebagai kekuatan inti dalam sistem pertahanan negara dan Polri sebagai kekuatan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat mengalami perubahan paradigma secara mendasar. TNI dan Polri tidak lagi melaksanakan dwifungsi (fungsi pertahanan keamanan dan fungsi sosial politik) sehingga tidak lagi terlibat politik praktis. Untuk mencapai tujuan dari perubahan sistem pertahanan negara dan keamanan negara yang menganut dwifungsi menjadi sistem pertahanan dan keamanan negara yang profesional, pelaksanaannya dijabarkan dalam dua bagian, yaitu pertahanan dan keamanan. Pemisahan masalah-masalah pertahanan dan keamanan dilakukan agar terpetakan secara jelas tugas, tanggung jawab, dan fungsi masing-masing institusi yang terlibat di dalamnya.

Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan masih dihadapkan pada permasalahan yang cukup berat terutama dalam hal pemulihan kredibilitas serta citra baik TNI dan Polri, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai institusi pertahanan negara, TNI harus mampu menjangkau seluruh luas wilayah kepulauan Indonesia dengan kondisi geostrategis yang berat. Padahal, kuantitas maupun kualitas personil maupun alat utama dan sistem senjata TNI sangat tidak memadai, sedangkan Polri sebagai penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, harus mampu menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, diharapkan TNI sebagai kekuatan inti pertahanan negara dan Polri sebagai pelaksana inti penegak hukum mampu berperanan utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi. Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah :

a. Belum Selarasnya Landasan Hukum Strategi Hankam
Makin variatifnya potensi ancaman keamanan, maka menuntut diperlukannya pengelolaan keamanan nasional secara lebih integratif, efektif, dan efisien, diantaranya dengan peningkatan kemampuan dan peran lembaga-lembaga keamanan. Belum tuntas dan masih terbatasnya kerja sama antar institusi menjadikan pentingnya sebuah kerangka kebijakan yang mampu mengintegrasikan berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan nasional yang sudah ada. Kerangka kebijakan tersebut bersifat memayungi berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan yang telah ada sebelumnya dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan diatasnya.

b. Terbatasnya Sumber Daya Pertahanan dan Keamanan
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi.

Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah kesenjangan postur dan pertahanan negara; penurunan efek penggentar pertahanan yang diakibatkan ketertinggalan teknologi dan usia teknis yang tua; wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) yang masih rawan dan berpotensi untuk terjadinya pelanggaran batas wilayah dan gangguan keamanan; sumbangan industri pertahanan yang belum optimal; gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi NKRI; keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan ALKI; terorisme yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi; intensitas kejahatan yang tetap tinggi dan semakin bervariasi; tren kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dan bersifat seperti gunung es; keselamatan masyarakat yang semakin menuntut perhatian; penanganan dan penyelesaian perkara yang belum menyeluruh; kesenjangan kepercayaan masyarakat terhadap polisi; penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; keamanan informasi negara yang masih lemah; deteksi dini yang masih belum memadai; serta kesenjangan kapasitas lembaga penyusun kebijakan pertahanan dan keamanan negara.

Efek penggentar (detterent effect) yang salah satu ukurannya adalah kepemilikan alutsista, baik secara kuantitas maupun kualitas (teknologi), merupakan permasalahan yang dihadapi oleh TNI yang tidak kunjung terselesaikan. Efek penggentar TNI AD yang dicerminkan dari munisi dan kendaraan tempur, helikopter, dan alat angkut air jumlahnya terbatas dengan usia teknis relatif tua dengan rata-rata kesiapan 60—65 persen. Efek penggentar TNI AL yang dicerminkan oleh kapal Republik Indonesia (KRI), pesawat patroli, dan kendaraan tempur marinir, selain jumlahnya yang terbatas dan usia pakai yang relatif tua dengan kesiapan antara 33–65 persen akan menghadapi kesulitan penggantian dan pengembangan alutsistanya.

Sementara itu, efek penggentar TNI AU yang dicerminkan oleh pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat heli, pesawat latih, dan radar, selain dihadapkan pada rendahnya tingkat kesiapan terbang (bukan kesiapan tempur) yang hanya 38,15–75 persen, juga dihadapkan pada jumlah pesawat kedaluwarsa yang jumlahnya cukup signifikan. Apabila dibandingkan dengan alutsista negaranegara kawasan Asia Tenggara, alutsista TNI relatif masih lebih banyak jumlahnya. Namun, rendahnya kemampuan melakukan upaya modernisasi dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Singapura, menyebabkan alutsista TNI dalam beberapa hal kurang menimbulkan efek penggentar bagi militer asing.


Belum tercapainya postur pertahanan pada skala minimum essential force berpengaruh secara signifikan terhadap pertahanan negara. Kesiapan kekuatan ketiga matra yang rata-rata baru mencapai 64,68 persen dari yang dibutuhkan pada saat ini merupakan risiko bagi upaya pertahanan negara yang sampai saat ini masih sering menghadapi berbagai tantangan, terutama pelanggaran wilayah perbatasan darat, penerbangan gelap pesawat militer atau pesawat nonmiliter asing, atau upaya-upaya penguasaan pulau-pulau kecil terluar oleh negara lain.

c. Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Hankam
Pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Komponen cadangan adalah warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional. Sedangkan dalam pelaksanaan fungsi keamanan, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan tindak kejahatan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Namun partisipasi warga negara atau masyarakat sebagai bagian dari sistem pertahanan dan keamanan belum dapat diterapkan atau berjalan dengan baik, sehingga pelaksanaan fungsi pertahanan dan keamanan belum sepenuhnya mengintegrasikan peran serta atau partisipasi masyarakat. Sebagaimana tujuan sistem pertahanan dan keamanan negara, masyarakat dapat berperan serta ikut menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut bersifat militer dan non-militer, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan non-fisik serta berifat multi- dimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.