FAKTOR YANG BISA
MEMPENGARUHI KEUTUHAN NKRI JIKA DILIHAT DARI SISI HANKAM
Dalam artikel ini ,
kita akan melihat apa sajakah faktor faktor dalam segi HANKAM yang bisa
mempengaruhi keutuhan dari NKRI , pertama kita akan membahas terlebih dahulu
mengenai hal ini.
kita tahu bahwa
keutuhan suatu negara tidak akan lepas dari yang namanmya pertahanan dan
keamanan dari suatu negara tersebut, dengan begitu hal ini bisa dibilang hal
yang mempunyai andil besar dalam mempertahankan keutuhan suatu negaral,
Lalu apa sih masalahnya
?
Masalah yang paling
penting adalah bukan masalah dari pihak luar, tapi dari sisi negara kita
terlebih dahulu , kita akan coba membahas disini apa saja permasalahan yang ada
pada sisi HANKAM NKRI
Pembangunan di bidang
pertahanan dan keamanan telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung
kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih cenderung lemah,
antara lain, karena digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu; rasa aman
dan ketenteraman masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan
ketertiban; serta terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum
serta pelanggaran hak asasi manusia.
Kurang mantapnya
formulasi dan persepsi peran TNI pada masa lalu dalam menghadapi ancaman yang
datang dari luar negeri menyebabkan terjadinya penonjolan peran Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan sosial politik yang berimplikasi
pada melemahnya peran TNI sebagai kekuatan pertahanan dan menurunnya tingkat
profesionalitas TNI sehingga kemampuan nyata menjadi rendah; efek penangkalan
sangat lemah dan timpangnya komposisi pengembangan kekuatan personil TNI serta
alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dikaitkan dengan konfigurasi
geostrategis wilayah Indonesia. Keterlibatan TNI yang terlalu jauh dalam
tugas-tugas keamanan dalam negeri serta keamanan dan ketertiban masyarakat
berakibat pada terdistorsinya peran dan fungsi Polri sehingga berakibat kurang
menguntungkan bagi profesionalitas Polri dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kriminal serta berkurangnya jaminan rasa keamanan dan
ketenteraman masyarakat.
Sistem pertahanan dan
keamanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial. TNI sebagai
kekuatan inti dalam sistem pertahanan negara dan Polri sebagai kekuatan fungsi
keamanan dan ketertiban masyarakat mengalami perubahan paradigma secara
mendasar. TNI dan Polri tidak lagi melaksanakan dwifungsi (fungsi pertahanan
keamanan dan fungsi sosial politik) sehingga tidak lagi terlibat politik
praktis. Untuk mencapai tujuan dari perubahan sistem pertahanan negara dan
keamanan negara yang menganut dwifungsi menjadi sistem pertahanan dan keamanan
negara yang profesional, pelaksanaannya dijabarkan dalam dua bagian, yaitu
pertahanan dan keamanan. Pemisahan masalah-masalah pertahanan dan keamanan
dilakukan agar terpetakan secara jelas tugas, tanggung jawab, dan fungsi
masing-masing institusi yang terlibat di dalamnya.
Pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan masih dihadapkan pada permasalahan yang cukup berat
terutama dalam hal pemulihan kredibilitas serta citra baik TNI dan Polri, baik
di dalam maupun di luar negeri. Sebagai institusi pertahanan negara, TNI harus
mampu menjangkau seluruh luas wilayah kepulauan Indonesia dengan kondisi
geostrategis yang berat. Padahal, kuantitas maupun kualitas personil maupun
alat utama dan sistem senjata TNI sangat tidak memadai, sedangkan Polri sebagai
penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, harus mampu menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat. Dengan menjalankan peran dan fungsinya dengan baik,
diharapkan TNI sebagai kekuatan inti pertahanan negara dan Polri sebagai
pelaksana inti penegak hukum mampu berperanan utama dalam menjaga persatuan dan
kesatuan.
Permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama
dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping
permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan
waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga
permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi.
Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah :
a. Belum Selarasnya
Landasan Hukum Strategi Hankam
Makin variatifnya potensi
ancaman keamanan, maka menuntut diperlukannya pengelolaan keamanan nasional
secara lebih integratif, efektif, dan efisien, diantaranya dengan peningkatan
kemampuan dan peran lembaga-lembaga keamanan. Belum tuntas dan masih
terbatasnya kerja sama antar institusi menjadikan pentingnya sebuah kerangka
kebijakan yang mampu mengintegrasikan berbagai kebijakan pertahanan dan
keamanan nasional yang sudah ada. Kerangka kebijakan tersebut bersifat
memayungi berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan yang telah ada sebelumnya
dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan diatasnya.
b. Terbatasnya Sumber
Daya Pertahanan dan Keamanan
Permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama
dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping
permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan
waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga
permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi.
Beberapa permasalahan
yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah kesenjangan postur dan pertahanan
negara; penurunan efek penggentar pertahanan yang diakibatkan ketertinggalan
teknologi dan usia teknis yang tua; wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar)
yang masih rawan dan berpotensi untuk terjadinya pelanggaran batas wilayah dan
gangguan keamanan; sumbangan industri pertahanan yang belum optimal; gangguan
keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi NKRI; keamanan dan
keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan ALKI; terorisme yang masih memerlukan
kewaspadaan yang tinggi; intensitas kejahatan yang tetap tinggi dan semakin
bervariasi; tren kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dan
bersifat seperti gunung es; keselamatan masyarakat yang semakin menuntut
perhatian; penanganan dan penyelesaian perkara yang belum menyeluruh;
kesenjangan kepercayaan masyarakat terhadap polisi; penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba; keamanan informasi negara yang masih lemah; deteksi
dini yang masih belum memadai; serta kesenjangan kapasitas lembaga penyusun
kebijakan pertahanan dan keamanan negara.
Efek penggentar (detterent effect) yang salah satu
ukurannya adalah kepemilikan alutsista, baik secara kuantitas maupun kualitas
(teknologi), merupakan permasalahan yang dihadapi oleh TNI yang tidak kunjung
terselesaikan. Efek penggentar TNI AD yang dicerminkan dari munisi dan
kendaraan tempur, helikopter, dan alat angkut air jumlahnya terbatas dengan
usia teknis relatif tua dengan rata-rata kesiapan 60—65 persen. Efek penggentar
TNI AL yang dicerminkan oleh kapal Republik Indonesia (KRI), pesawat patroli,
dan kendaraan tempur marinir, selain jumlahnya yang terbatas dan usia pakai
yang relatif tua dengan kesiapan antara 33–65 persen akan menghadapi kesulitan
penggantian dan pengembangan alutsistanya.
Sementara itu, efek penggentar TNI AU yang dicerminkan oleh pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat heli, pesawat latih, dan radar, selain dihadapkan pada rendahnya tingkat kesiapan terbang (bukan kesiapan tempur) yang hanya 38,15–75 persen, juga dihadapkan pada jumlah pesawat kedaluwarsa yang jumlahnya cukup signifikan. Apabila dibandingkan dengan alutsista negaranegara kawasan Asia Tenggara, alutsista TNI relatif masih lebih banyak jumlahnya. Namun, rendahnya kemampuan melakukan upaya modernisasi dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Singapura, menyebabkan alutsista TNI dalam beberapa hal kurang menimbulkan efek penggentar bagi militer asing.
Sementara itu, efek penggentar TNI AU yang dicerminkan oleh pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat heli, pesawat latih, dan radar, selain dihadapkan pada rendahnya tingkat kesiapan terbang (bukan kesiapan tempur) yang hanya 38,15–75 persen, juga dihadapkan pada jumlah pesawat kedaluwarsa yang jumlahnya cukup signifikan. Apabila dibandingkan dengan alutsista negaranegara kawasan Asia Tenggara, alutsista TNI relatif masih lebih banyak jumlahnya. Namun, rendahnya kemampuan melakukan upaya modernisasi dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Singapura, menyebabkan alutsista TNI dalam beberapa hal kurang menimbulkan efek penggentar bagi militer asing.
Belum tercapainya
postur pertahanan pada skala minimum essential force berpengaruh secara
signifikan terhadap pertahanan negara. Kesiapan kekuatan ketiga matra yang
rata-rata baru mencapai 64,68 persen dari yang dibutuhkan pada saat ini
merupakan risiko bagi upaya pertahanan negara yang sampai saat ini masih sering
menghadapi berbagai tantangan, terutama pelanggaran wilayah perbatasan darat,
penerbangan gelap pesawat militer atau pesawat nonmiliter asing, atau
upaya-upaya penguasaan pulau-pulau kecil terluar oleh negara lain.
c. Masih Rendahnya
Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Hankam
Pelaksanaan fungsi
pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan komponen utama yang didukung oleh
komponen cadangan dan komponen pendukung. Komponen cadangan adalah warga
negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana
nasional. Sedangkan dalam pelaksanaan fungsi keamanan, masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pencegahan tindak kejahatan dan pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Namun partisipasi warga
negara atau masyarakat sebagai bagian dari sistem pertahanan dan keamanan belum
dapat diterapkan atau berjalan dengan baik, sehingga pelaksanaan fungsi
pertahanan dan keamanan belum sepenuhnya mengintegrasikan peran serta atau
partisipasi masyarakat. Sebagaimana tujuan sistem pertahanan dan keamanan
negara, masyarakat dapat berperan serta ikut menjaga dan melindungi kedaulatan
negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut
bersifat militer dan non-militer, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan
non-fisik serta berifat multi- dimensional, meliputi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya.